Kisah Isa AS di Akhir Zaman

Sebuah Tinjauan Nubuwah tentang Turunnya Isa as di Akhir Zaman
Kajian tentang kemunculan Al-Mahdi dan keluarnya Dajjal selalu beriringan dengan pembahasan turunnya Nabi Isa as. Kedatangan Isa yang akan memberikan dukungan terhadap Al Mahdi dan Thaifah Manshurah yang bersamanya, lalu memerangi Dajjal dan membunuhnya merupakan bagian dari keimanan seorang muslim terhadap tanda-tanda kiamat kubra. Turunnya Nabi Isa di akhir zaman adalah masalah akidah yang telah tetap berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah yang mencapai derajat mutawatir.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an
Pertama, firman Allah Ta’ala: Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Az Zukhruf [43]: 57-61).
Konteks ayat-ayat ini bercerita tentang kisah Nabi Isa. Pada akhir rangkaian ayat-ayat tersebut, Allah berfirman وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Maknanya adalah, turunnya Nabi Isa sebelum terjadinya kiamat kelak merupakan pertanda bahwa terjadinya kiamat sudah sangat dekat. Makna ini dikuatkan oleh qira’ah Ibnu Abbas, Mujahid dan sejumlah ulama tafsir lainnya yang membaca ayat ini dengan memfathahkan huruf ‘ain dan lam pada lafal la-‘ilmun sehingga menjadi وَإِنَّهُ لَعَلَمٌ لِلسَّاعَةِ, yang maknanya adalah ‘Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar merupakan salah satu tanda (dekatnya) hari kiamat’.[1]
Kedua, firman Allah Ta’ala: “Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan ada­lah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Tidak ada seorang pun dari ahli kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan pada hari kiamat nanti Isa akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 157-159).
Ayat-ayat dalam surat An-Nisa’ di atas menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi tidak mampu membunuh Nabi Isa, tidak pula mampu menyalibnya, karena Nabi Isa telah diangkat oleh Allah Ta’ala ke langit lengkap dengan jasad dan ruhnya. Nabi Isa tidak dibunuh dan tidak disalib, tetapi ada orang yang diserupakan dengan Isa di mata mereka, dan orang itulah yang mereka salib sebagaimana firman Allah Ta’ala: Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya.
Makna lafazh di dalam firman Allah بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ mengandung arti bahwa Allah telah mengangkat Isa lengkap dengan jasad dan ruhnya, sehingga dengan demikian tercapai bantahan terhadap pengakuan orang-orang Yahudi bahwa mereka telah membunuh dan menyalibnya, karena pembunuhan dan penyaliban itu hanya terjadi pada jasad saja. Dalam hal ini, pengangkatan ruhnya saja tidak cukup untuk membantah pengakuan mereka itu. Karena yang disebut oleh Isa itu mencakup badan dan ruh, sehingga tidak cukup dengan hanya menyebut salah satu dari kedua unsur itu, kecuali ada bukti yang membenarkan, sedangkan di sini tidak ada bukti seperti itu. Lagi pula, pengangkatan ruh dan jasadnya secara keseluruhan itu sesuai dengan keperkasaan Allah Yang Maha Sempurna, dan sesuai dengan hikmah, kemuliaan dan pertolongan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang dikehendaki-Nya.
Dalil-Dalil dari As-Sunnah
Terdapat banyak hadits shahih yang menjelaskan bahwa Nabi Isa belum wafat. Isa diangkat oleh Allah ke langit —sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat di atas— dan kelak di akhir zaman akan turun kembali ke dunia untuk memerangi Dajjal, menegakkan keadilan Islam, dan akhirnya wafat dan dikebumikan di bumi layaknya manusia yang lain. Di antara hadits-hadits tersebut adalah,
1. Rasulullah bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga turun kepada kalian Ibnu Maryam sebagai hakim yang adil, ia mematahkan salib, membunuh babi, menghentikan jizyah dan melimpahkan harta sehingga tidak ada seorang pun yang mau menerima pemberian harta.”[2]
2. Rasulullah bersabda: “Bagaimana keadaan kalian apabila Ibnu Maryam turun di antara kalian sedangkan yang menjadi imam (pemimpin) kalian berasal dari kalangan kalian sendiri?”[3]
3. Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Saya mendengar Nabi bersabda: “Akan senantiasa ada di antara umatku satu kelompok yang berperang di atas kebenaran, mereka senantiasa menang hingga hari kiamat.” Beliau bersabda: “Lantas Isa ibnu Maryam turun, maka pemimpin kelompok tersebut berkata, ‘Kemarilah, shalatlah sebagai imam kami!’ Maka Isa menjawab, “Tidak, sebagian kalian memimpin sebagian yang lain sebagai penghormatan Allah terhadap umat ini.”[4]
Bagaimana dan kapan Nabi Isa turun ke Bumi ?
Setelah Dajjal muncul dan melakukan perusakan dan penghancuran di muka bumi, Allah mengutus Isa ‘alaihissalam untuk turun ke bumi turun di menara putih di timur Damsyiq, Siria. Beliau mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan waras dan za’faran; beliau taruh kedua telapak tangan beliau di sayap dua orang Malaikat. Bila beliau menundukkan kepala, meneteslah / menurunlah rambutnya, dan bila diangkat kelihatan landai seperti mutiara. Dan tidak ada orang kafir yang mencium nafasnya kecuali akan mati, dan nafasnya itu sejauh pandangan matanya.
Beliau akan turun pada kelompok yang diberi pertolongan oleh Allah yang berperang untuk menegakkan kebenaran dan bersatu-padu menghadapi Dajjal. Nabi Isa as. turun pada waktu sedang diiqamati shalat, lantas beliau shalat di belakang pemimpin kelompok itu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika Allah telah mengutus al-Masih Ibnu Maryam, maka turunlah ia di menara putih di sebelah timur Damsyiq dengan mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan waras dan za’faran, dan kedua telapak tangannya diletakkannya di sayap dua Malaikat; bila ia menundukkan kepala maka menurunlah rambutnya, dan jika diangkatnya kelihatan landai seperti mutiara. Maka tidak ada orang kafirpun yang mencium nafasnya kecualipasti meninggal dunia, padahal nafasnya itu sejauh mata memandang. Lain Isa mencari Dajjal hingga menjumpainya dipintu Lud, lantas dibunuhnya Dajjal. Kemudian Isa datang kepada suatu kaum yang telah dilindungi oleh Allah dari Dajjal, lalu Isa mengusap wajah mereka dan memberi tahu mereka tentang derajat mereka di surga. “[5]
Ibnu Katsir berkata, “Inilah yang termasyhur mengenai tempat turunnya Isa, yaitu di menara putih bagian timur Damsyiq. Dan dalam beberapa kitab saya baca beliau turun di menara putih sebelah timur masjid Jami’ Damsyiq, dan ini rupanya pendapat yang lebih terpelihara. Karena di Damsyiq tidak dikenal ada menara di bagian timur selain di sebelah Masjid Jami’ Umawi di Damsyiq sebelah timur. Inilah pendapat yang lebih sesuai karena beliau turun ketika sedang dibacakan iqamat untuk shalat, lalu imam kaum Muslimin berkata kepada beliau, “Wahai Ruh Allah, majulah untuk mengimami shalat.” Kemudian beliau menjawab, “Anda saja yang maju menjadi imam, karena iqamat tadi dibacakan untuk Anda.” Dan dalam satu riwayat dikatakan bahwa Isa berkata, “Sebagian Anda merupakan amir (pemimpin) bagi sebagian yang lain, sebagai penghormatan dari Allah untuk umat ini.” [6]
Tersebarnya Keamanan dan Barakah pada Zaman Isa ‘Alaihis-salam
Betapa menyenangkan seandainya kita termasuk yang mendapatkan karunia untuk tinggal semasa dengan nabi Isa as. Karena di masa beliau kehidupan manusia benar benar aman dan damai, bahkan kedamaian itu bukan hanya milik manusia, tetapi juga merata hingga kepada binatang. Zaman Isa ‘alaihissalam (setelah turun kembali ke bumi) ini merupakan zaman yang penuh keamanan, kesejahteraan, dan kemakmuran serta kelapangan. Allah menurunkan hujan yang lebat, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan serta banyak barakahnya, harta melimpah ruah; dendam, dengki, dan kebencian hilang sirna.
Dalam hadits Nawwas bin Sam’an yang panjang yang membicarakan tentang Dajjal, turunnya Isa, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj pada zaman Isa ‘alaihissalam, dan do’a Isa agar mereka dihancurkan, Rasulullah saw bersabda:
“… Kemudian Allah menurunkan hujan, dan tak ada rumah tanah liat maupun bulu yang dapat menahan airnya, lantas mencuci bumi hingga bersih seperti cermin kaca. Kemudian diperintahkan kepada kami: ‘Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikanlah barakahmu.’ Maka pada hari itu sejumlah orang dapat memakan buah delima dan bernaung di bawahnya. Dan susupun diberi barakah, sehingga susu seekor unta bunting yang sudah dekat melahirkan dapat mencukupi banyak orang, susu seekor sapi mencukupi untuk orang satu kabilah, dan susu seekor kambing mencukupi untuk satu keluarga….” [7]
Rasulullah saw bersabda :
“Demi Allah, sesungguhnya Isa putra Maryam akan turun ke bumi sebagai hakim yang adil, akan membebaskan jizyah, unta-unta muda akan dibiarkan hingga tidak ada yang mau mengurusinya lagi, sifat bakhil, saling membenci, dan saling dengki akan hilang, dan orang-orang akan memanggil-manggil orang lain yang mau menerima hartanya (shadaqahnya), tetapi tidak ada seorangpun yang mau menerimanya.[8]
Imam Nawawi berkata, “Maknanya, bahwa pada saat itu orang-orang sudah tidak tertarik lagi untuk memelihara unta karena banyaknya harta kekayaan, keinginan sedikit, kebutuhan tidak ada, dan sudah tahu bahwa kiamat telah dekat. Dan disebutkannya lafal al-qilash (unta muda) dalam hadits ini karena unta muda itu merupakan harta yang paling baik bagi bangsa Arab (pada waktu itu).
Kiamat di Ambang Pintu
Masa tinggal Isa di bumi setelah turun dari langit menurut riwayat adalah se­lama tujuh tahun, dan menurut sebagian riwayat yang lain lagi selama empat puluh tahun. Setelah itu wafat pula Imam Mahdi dan Al Qahthani yang melanjutkan kepemimpinannya. Tidak lama setelah itu, terbitlah matahari dari barat dan binatang melata yang keluar dari perut bumi yang memberikan tanda kufur dan iman atas setiap manusia. Ketika itu setiap mukmin segera mengetahui bahwa itulah detik detik kemunculan angina lembut dari yaman yang akan mencabut nyawa setiap mukmin. Setelah itu, tidak seorangpun manusia yang masih memiliki keimanan kecuali akan menemui ajalnya. Ketika seluruh penduduk manusia tidak lagi menyebut Allah, itulah kondisi seburuk-buruk manusia, dan kepada merekalah kiamat akan terjadi. Wallahu a’lam bish shawab.

[1]. Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Al-Qurthubi.
[2]. HR. Bukhari: no. 2296.
[3]. HR. Bukhari: Kitabu ahaditsil anbiya’ no. 3193 dan Muslim: Kitabul iman no. 222, 223, 224.
[4]. HR. Muslim: Kitabul iman no. 225
[5] (Shahih Muslim, Kitab al-Fitan wa Asyrathis Sa ‘ah, Bab DzikrAd-Dajjal 18: 67-68).
[6] Shahih Muslim
[7] Shahih Muslim, Kitabul Fitan, Bab Dzikrid Dajjal 18: 63-70
[8] Shahih Muslim, Bab Nuzuuli Isa ‘Alai­hissalam 2:192

sumber : http://granadamediatama.wordpress.com/
Share:

Pendek Akal vs Panjang Akal



Dengan pengalaman hidup yang kita lalui, kita akan mampu melihat dan menilai apakah teman kita model psikologis cerdas, psikologis pemarah, psikologis ngawur dll yang pada akhirnya kita akan bisa melihat model orang Pendek akal dan panjang akal. jika sudah mampu membandingkan, kita harus bisa dan tahu cara menghadapinya. Beberapa perbandingan orang Pendek akal dan Panjang akal yang ada disekitar kita adalah:
  1. Masalah selalu dirasakan susah bagi orang yang pendek akal, sebaliknya masalah akan selalu bisa diselesaikan oleh orang yang panjang akal. 
  2. Menggerutu dan marah menjadi pelampiasan orang pendek akal, sebaliknya lapang dada dan sabar menjadi kepribadian orang panjang akal.
  3. Berusaha mempersulit orang lain adalah pekerjaan orang pendek akal, sedangkan bijaksana dan tepat mengambil keputusan adalah isi otak orang panjang akal.
  4. Kaku dan intoleran menjadi darah daging orang pendek akal, sedangkan mencari jalan keluar terbaik dan minim resiko adalah kecerdasan orang panjang akal.
  5. Menganggap dunia adalah ladang mencari kekayaan adalah model pikiran Orang pendek akal, sedangkan "Mampir Ngombe" adalah model berpikir orang panjang akal.
  6. Mencari kesalahan orang lain sedang aib sendiri tidak tahu jelaslah model orang Pendek akal, sebaliknya melihat aib diri sebelum melihat aib orang lain adalah manusia panjang akal.
Kita akan memilih yang mana terserah pendidikan kita (pendidikan formal dan agama).


Jombang, 19 September 2014



Saiful

Share:

Preman Berdasi

Generasi Biru Indonesia
Preman hanyalah menjadi masalah bagi masyarakat. Kita masih ingat beberapa waktu yang lalu di internet ada jasa preman, jasa ini bermacam-macam, ada yang sebagai debt collector, ada yang membuat jera dengan memukul dan meneror ada juga yang sampai melakukan pembunuhan terencana.
Jaman sudah lebih maju, sepak terjang preman akan bertransformasi menjadi lebih elegan, tanpa melakukan kekerasan fisik. Mereka beraksi bak tikus-tikus kantor, makan sana sini, gerogoti apa yang bisa dimakan yang penting bisa menjadi uang. Di kantor/instansi, mereka bukan lagi level bawah, tetapi lebih atas bahkan paling atas. Mereka adalah para Decision Maker. Decision Maker bertindak seperti pengemis.
Untuk dapat memasuki instansi atau pekerjaan tertentu selalu ada uang pelicin yang menjadi makanan para preman berdasi ini. Sepandai, sepintar, sekompeten apapun akan ditolak jika tidak membawa pelicin ini. Coba kita membayangkan bagaimana tempat kerja kita bisa maju jika orang "titipan" ini masuk dan menjadi teman kita, mereka hanya akan menjadi masalah karena ingin diajak maju sudah tidak bisa. mereka juga akan berusaha mengembalikan "dana" mereka.
Sistem sebaik apapun akan tetap bisa dijebol jika pelaku sistem adalah orang yang rusak. Sistem CAT yang konon tidak bisa ditembus level bawah, tetap akan dijebol oleh level atas :)
Ini hanyalah refleksi kekecewaan generasi muda yang melihat birokrasi komplek. Anak muda harus berfikir lurus dan maju kedepan karena mereka punya ilmu yang lebih dibanding para senior mereka. Anak muda harus punya integritas, anak muda harus punya pandangan jauh kedepan, anak muda harus bisa memperbaiki kebijakan yang salah kaprah, anak muda harus punya leadership tangguh. Anak muda hanya akan menolak sogokan, anak muda punya potensi diri lebih.
Indonesia harus punya generasi emas dimulai kita dan anak cucu kita.

#refleksi rekrutmen CPNS

Jombang, 16 September 2014


Saiful









Share:

Cara Slank menarik Penggemar - Slankers

Terlepas dari masa lalu suram personil di grup musik Slank, sekitar tahun 1997 an, banyak anak muda yang semakin gandrung dengan grup musik Slank karena kreativitas anak gang Potlot dalam menggarap album-album mereka. Pada masa itu memang banyak generasi muda Indonesia melakukan transaksi jual beli obat, pil koplo, ganja dsb.
Semakin tahun semakin bersinar dan digandrungi remaja jalanan, sehingga muncullah generasi Slanker. anak laki-laki jaman SMP/SMA jaman itu pasti tahu dan suka terhadap Slank. Mereka mampu menggiring anak anak muda untuk mencintai grup mereka mulai dengan cara masuk ke background musik di film pendek misal Anak Menteng dll, pembuatan album, melakukan konser Nusantara, melakukan aksi Save KPK dll. Slank mampu menyihir penggemarnya sehingga setiap gerak geriknya bisa ditiru oleh penggemar, mulai dari model rambut, pakaian, gaya hidup dll.
"Orang yang mencintai akan melakukan segalanya untuk orang yang dicintainya"
Orang yang cinta dengan pekerjaannya akan berusaha memenuhi targetnya, Lelaki yang mencintai Wanita yang dicintainya akan berusaha untuk menikah dengannya, Manusia yang mencintai Surga, akan berusaha untuk menggapainya.

12 September 2014


Saiful


Share:

Dosen yang Menginjak Al-Quran

AL-QURAN sangat dijaga kesuciannya oleh Allah SWT. Barang siapa menghina Al-Qur’an, ia akan diberi pelajaran oleh Allah. Seperti kisah berikut ini.
Dosen: “Saya bingung. Banyak Umat Islam di seluruh dunia lebay. Kenapa harus protes dan demo besar-besaran cuma karena tentara Amerika menginjak, meludahi dan mengencingi Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media tempat Qur’an ditulis saja kok. Yang Qur’annya kan ada di Lauh Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim yang mesti dicerdaskan.”
Meskipun pongah, namun banyak mahasiswa yang setuju dengan pendapat dosen liberal ini. Memang Qur’an kan hakikatnya ada di Lauh Mahfuz.
Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian kelas. Sang mahasiswa kreatif mendekati dosen kemudian mengambil diktat kuliah si dosen, dan membaca sedikit sambil sesekali menatap tajam si dosen. Kelas makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mahasiswa: “Wah, saya sangat terkesan dengan hasil analisis bapak yang ada di sini,” ujarnya sambil membolak balik halaman diktat tersebut.
“Hhuuhhh….” semua orang di kelas itu lega karena mengira ada yang tidak beres.
Namun Tiba-tiba sang mahasiswa meludahi, menghempaskan dan kemudian menginjak-injak diktat dosen tersebut. Kelas menjadi heboh.
Semua orang kaget, tak terkecuali si dosen liberal.
Dosen: “kamu?! Berani melecehkan saya?! Kamu tahu apa yang kamu lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah hasil pemikiran saya?! Lancang kamu ya?!” Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang mahasiswa kreatif, namun ia dengan cekatan menangkis dan menangkap tangan si dosen.
Mahasiswa: “Marah ya, Pak? Saya kan cuma menginjak kertas, Pak. Ilmu dan pikiran yang bapak punya kan ada di kepala Bapak. Ngapain Bapak marah kalau yang saya injak cuma media buku kok. Wong yang saya injak bukan kepala Bapak. Kayaknya bapak yang perlu dicerdaskan ya?”
Si dosen merapikan pakaiannya dan segera meninggalkan kelas dengan perasaan malu yang amat sangat.
- Islampos - 
Share:

Liberalisme Pemikiran Islam

Prof. Azyumardi: Pendidikan Islam di IAIN adalah “Islam Liberal”
“Sebagai lembaga akademik, kendati IAIN terbatas memberikan pendidikan Islam kepada mahasiswanya, tetapi Islamyang diajarkan adalah Islam yang liberal. IAIN tidak mengajarkan fanatisme mazhab atau tokoh Islam, melainkan mengkaji semua mazhab dan tokoh Islam tersebut dengan kerangka, perspektif dan metodologi modern. Untuk menunjang itu, mahasiswa IAIN pun diajak mengkaji agama-agama lain selain Islam secara fair, terbuka, dan tanpa prasangka. Ilmu perbandingan agama menjadi mata kuliah pokok mahasiswa IAIN.”

“Jika di pesantren mereka memahami dikotomi ilmu: Ilmu Islam (naqliyah dan ilmu keagamaan) dan ilmu umum (sekuler dan duniawiah), maka di IAIN merekadisadarkan bahwa hal itu tidak ada. Di IAIN mereka bisa memahami bahwa belajar sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, sama pentingnya dengan belajar ilmu Tafsir al-Quran. Bahkan ilmu itu bisa berguna untuk memperkaya pemahaman mereka tentang tafsir. Tetapi, IAIN tidak mengajarkan apa yang sering disebut dengan “islamisasi ilmu pengetahuan” sebab semua ilmu yang ada di dunia ini itu sama status dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia.”

Itulah pernyataan Prof. Dr. Azyumardi Azra saat menjabat sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Pernyataan itu dimuat dalam buku IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (2002, hal. 117), yang diterbitkan atas kerjasama Canadian International Development Agency (CIDA) dan Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam (Ditbinperta) Departemen Agama.

Pengakuan Profesor Azyumardi Azra tentang corak liberal dan liberalisasi pendidikan Islam di IAIN itu tentu saja menarik untuk kita simak, sebab disampaikan bukan dengan nada penyesalan, tetapi justru dengan nada kebanggaan. IAIN merasa bangga, sebab sudah berhasil mengubah banyakn mahasiswanya yang kebanyakan berbasis pesantren/madrasah menjadi mahasiswa atau sarjana-sarjana liberal.

Ditulis dalam buku ini:

”Model studi Islam tersebut membuka wawasan mahasiswa IAIN yang pada umumnya berbasis pesantren dan madrasah. Memang, pada tahun-tahun pertama studi di IAIN, sebagian mahasiswa yang telah terdidik dengan budaya pengkajian Islam pesantren mengalami goncangan. Tetapi setelah itu umumnya bisa memahami arti penting model studi Islam di IAIN. Selain itu dalam pengamatan Azyumardi, liberalisasi studi Islam di IAIN juga telah mengubah caara pandang mahasiswa umumnya terhadap ilmu.” (hal. 117).

Saya tidak ingin berkomentar terlalu jauh terhadap pernyataan Prof. Azyumardi atau fakta-fakta liberalisasi IAIN yang dipaparkan oleh para aktor utamanya di perguruan tinggi Islam. Pada catatan-catatan sebelumnya, kita sudah sering membahas masalah ini. Karena masalah ini teramat sangat penting bagi masa depan pendidikan Islam dan bahkan masa depan umat Islam di Indonesia, ada baiknya kita simak kembali sejumlah pemaparan tentang proses liberalisasi IAIN, sebagaimana diuraikan dalam buku tersebut.

Proses liberalisasi itu dimulai dari pulangnya para kafilah yang menimba ilmu di Institute of Islamic Studies of McGill University. Mereka mendapat didikan dari profesor-profesor Islamic Studies kenamaan semisal Charles J. Adam, pakar dalam sejarah Islam; Wilfred Cantwell Smith, pakar sejarah peradaban Islam dan perbandingan agama; N. Barkes, ahli Turki dan sekularisasi di dunia Muslim, Herman Landolt, pakar filsafat, sufism, dan Syiah; Wael Hallaq, pakar hukum Islam, dan sebagainya. ”Para alumni McGill ini, dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda, pada gilirannya memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan wacana akademik kajian keislaman dan dunia birokrasi di tanah air.” (hal. vii-viii).

Dijelaskan juga dalam buku ini, bahwa IAIN kini sudah berubah, dari lembaga dakwah menjadi lembaga akademis.

“IAIN mulanya dimaknai sebagai lembaga dakwah Islam yang bertanggung jawab terhadap syiar agama di masyarakat. Sehingga orientasi kepentingannya lebih difokuskan pada pertimbangan-pertimbangan dakwah. Tentu saja orientasi ini tidaklah keliru. Hanya saja, menjadikan IAIN sebagai lembaga dakwah pada dasarnya telah mengurangi peran yang semestinya lebih ditonjolkan, yaitu sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam.

Karena IAIN sebagai lembaga akademis, maka tuntutan dan tanggung jawab yang dipikul oleh IAIN adalah tanggung jawab akademis ilmiah.” (hal. x).

Perubahan status IAIN dari lembaga dakwah menjadi lembaga akademis, memang dilandasi dengan perubahan metodologi studi Islam, dari metode para ulama menjadi metode para orientalis, seperti diungkapkan oleh buku ini:

“Salah satu yang menonjol adalah tradisi keilmuan yang dibawa pulang oleh kafilah IAIN (dan STAIN) dari studi mereka di McGill University secara khusus dan universitas-universitas lain di Barat secara umum. Berbeda dengan tradisi keilmuan yang dikembangkan oleh jaringan ulama yang mempunyai kecenderungan untuk mengikuti dan menyebarkan pemikiran ulama gurunya, tradisi keilmuan Barat, kalau boleh dikatakan begitu, lebih membawa pulang metodologi maupun pendekatan dari sebuah pemikiran tertentu. Sehingga mereka justru bisa lebih kritis sekalipun terhadap pikiran profesor-profesor mereka sendiri. Disamping aspek metodologis itu, pendekatan sosial empiris dalam studi agama juga dikembangkan.” (hal. xi).

*****

Dalam beberapa hari ini, saya mendapatkan beberapa buku menarik tentang “Islam Liberal”. Buku pertama berjudul Islam Liberal 101 (2010), karya Akmal Sjafril, sarjana Teknik Sipil ITB yang juga alumnus Program Kaderisasi Ulama DDII-Baznas di Magister Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Buku ini berhasil mengkritisi berbagai pemikiran liberal dengan membalikkan dan mengkritisi logika-logika kaum liberal yang seringkali rancu dan paradoks.

Satu buku lagi yang saya dapatkan berjudul “Argumen Islam untuk Pluralisme” (2010), karya Budhy Munawar Rachman, Program Officer and Development, The Asia Foundation. Sebenarnya saya sudah agak malas membaca sejumlah karya yang mendukung Pluralisme Agama, karena banyak yang tidak jelas dan tegas dalam merumuskan definisi “Pluralisme” itu sendiri, sehingga bisa diambil satu acuan penilaian. Yang sering terjadi ada manipulasi data, khususnya saat mengutip pendapat ulama atau tokoh Islam tertentu untuk mendukung paham Pluralisme. Sejumlah logika teologis dan hukum Islam yang digunakan juga asal-asalan, dan jauh dari semangat akademis.

Sebagai contoh, di halaman 182 tertulis: “Karena itu pandangan yang memasukkan non-Muslim sebagai musyrik – seperti sering dilakukan oleh kalangan Islam Radikal – harus ditolak.”

Bukankah pernyataan itu sangat keliru? Begitu banyak ayat dalam al-Quran yang mengecam keras kaum musyrik, karena menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya. Orang non-Muslim yang melakukan tindakan semacam itu jelas-jelas tergolong musyrik. Orang non-Muslim yang menyembah batu, setan, atau makhluk apa pun; atau yang mengangkat derajat makhluk ke derajat al-Khaliq, jelas-jelas telah melakukan tindakan syirik. Orang yang mengaku Muslim saja bisa terjatuh dalam dosa syirik, apalagi orang non-Muslim. Ini bukan soal pernyataan Radikal atau moderat, karena begitu jelasnya ajaran Islam tentang hal ini.

Di halaman yang sama, penulis –dengan logika asal-asalan– melakukan penghalalan terhadap hukum pernikahan antara Muslimah dengan laki-laki non-Muslim. Dikatakannya:

“Soal perkawinan laki-laki non-Muslim dengan perempuan Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, di antaranya konteks dakwah Islam pada saat itu, yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga perkawinan antaragama merupakan sesuatu yang terlarang.” Bagaimana cara mengukur bahwa jumlah umat Islam sudah “banyak” atau “sedikit”?

Dibandingkan dengan kaum non-Muslim seluruh dunia, umat Islam masih sedikit. Kita maklum, yang mereka inginkan adalah kebebasan perkawinan lintas agama. Soal dalil atau logika, bisa dicari-cari!

Yang saya sayangkan berulang kali adalah kutipan yang salah – sengaja atau tidak — terhadap tulisan ulama Islam, hanya untuk mendukung paham Pluralisme. Di buku ini dikutip pendapat Buya Hamka:

“Buya Hamka, seorang ulama besar dan berpengaruh, yang pandangan-pandangannya sangat progresif-liberal, dalam buku tafsirnya, al-Azhar, mengatakan bahwa ayat tersebut (QS 2:62. Pen.), adalah satu tuntunan bagi menegakkan jiwa, untuk orang yang percaya kepada Allah, baik dia bernama Mukmin atau Muslim, Yahudi, Kristen, dan Shabiin yang beriman kepada Allah, hari akhir dan diikuti amal yang shaleh, mereka akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan. Tiga nilai universal tersebut adalah syarat yang mutlak. Namun, menurut Buya, meskipun seorang manusia telah mengaku beriman kepada Allah, mengaku beriman kepada Nabi Muhammad saw, kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amal saleh, tidaklah akan diberi ganjaran oleh Tuhan.” (hal. 122-123).

Soal pendapat Hamka tentang QS 2:62 sudah pernah kita bahas di CAP ke-172. Pendapat Hamka tentang keselamatan kaum non-Muslim dalam pandangan Islam sebenarnya juga tidak berbeda dengan para mufassir terkemuka yang lain.

Termasuk ketika menafsirkan QS 2:62 dan 5:69. Karena itu, Hamka memandang, ayat itu tidak bertentangan dengan QS 3:85 yang menyatakan: “Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kali tidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi.” Jadi, QS 3:85 tidak menasakh QS 2:62 dan 5:69 karena memang maknanya sejalan.

Menurut Hamka hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmanNya, segala Rasul-Nya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih.”

Jadi, Hamka tetap menekankan siapa pun, pemeluk agama apa pun, akan bisa mendapatkan pahala dan keselamatan, dengan syarat dia beriman kepada segala firman Allah, termasuk al-Quran, dan beriman kepada semua nabi dan rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad saw. Jika seseorang beriman kepada al-Quran dan Nabi Muhammad saw, maka itu sama artinya dia telah memeluk agama Islam. Dengan kata lain, dalam pandangan Hamka, siapa pun yang tidak beriman kepada Allah, al-Quran, dan Nabi Muhammad saw, meskipun dia mengaku secara formal beragama Islam, tetap tidak akan mendapatkan keselamatan. Itulah makna QS 3:85 yang sejalan dengan makna QS 2:62 dan 5:69.

Soal keimanan kepada Nabi Muhammad saw dan al-Quran itulah yang sejak awal ditolak keras oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi menolak mengimani Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw. Dan kaum Nasrani menolak untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan kaum Muslim mengimani Nabi Musa, Nabi Isa, dan juga Nabi Muhammad saw, sebagai penutup para Nabi.

Kaum Pluralis – seperti penulis buku ini – kemudian berusaha mengecilkan arti penting keimanan kepada kenabian Muhammad saw, sebagai dasar keselamatan. Di sini ditulis:

“Keselamatan dicapai dengan iman yang benar yang menguasai jiwa dan amal yang memperbaiki manusia. Tidak ada masalah sama sekali jika mereka orang-orang Yahudi, Kristen, dan Shabi’in, yang tidak beriman kepada Nabi saw. Keselamatan tidaklah mensyaratkan iman kepada Nabi Muhammad.” (hal. 130).

Dengan membaca buku ini, kita tidak perlu terlalu cerdas untuk memahami kesalahan paham Pluralisme Agama. Justru buku ini memaparkan dengan sangat gamblang betapa bathilnya paham ini. Jika orang tidak beriman kepada Nabi Muhammad saw, dia pasti tidak beriman kepada al-Quran. Lalu, bagaimana dia bisa mengenal Allah? Bagaimaan dia bisa menyembah Allah dengan benar? Bagaimana dia bisa beramal shalih? Amal shalih menurut siapa?

Lalu, untuk apa dia bersyahadat: saya bersaksi bahwa “Tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah.”? 

Sumber: Hidayatullah
Share:

Popular Posts

Popular Post

Recent Posts